Breaking News

Takut money laundry, China larang bank terima Bitcoin


Makin besarnya peran Bitcoin dalam mengatur transaksi online dunia membuat China bertindak. Kali ini, pemerintah negeri tirai bambu tersebut secara tegas menyampaikan sikapnya terhadap mata uang virtual tersebut.

Seperti yang dilansir oleh Philly (5/12), pemerintah China baru saja meminta agar bank sentralnya mengatur transaksi di China dengan mata uang virtual. Salah satu yang diatur adalah larangan bagi bank China untuk menerima transaksi dengan mata uang Bitcoin.

Meski begitu, bank sentral China tak akan menghalangi seseorang yang ingin memiliki Bitcoin secara pribadi dan disimpan sendiri. Namun, resiko kehilangan dan kerusakan akan ditanggung pemilik sendiri.

"Bitcoin adalah barang virtual yang tak memiliki status legal atau bisa disamakan secara moneter dan tak seharusnya digunakan sebagai mata uang," sebut pernyataan bank sentral.

China sendiri juga khawatir dengan adanya kemungkinan Bitcoin akan disalahgunakan. Hingga saat ini, Bitcoin memang dicurigai akan dimanfaatkan sebagai sarana pencucian uang.

Satu-satunya negara yang menyetujui Bitcoin mungkin hanyalah Siprus. Sebuah universitas di negara ini disebutkan menerima pembayaran SPP dengan menggunakan Bitcoin.

sumber: merdeka.com
Indonesia tambang emas bagi pasar e-commerce dunia


Dari ajang Startup Asia yang berlangsung 21-22 November 2013, muncul anggapan bahwa Indonesia merupakan tambang emas bagi e-commerce dunia.

Betapa tidak, dengan jumlah penduduk sekitar 240 juta orang dan pengguna internet aktif sebanyak 115 juta orang, tentunya merupakan pasar yang sangat menggiurkan, apalagi, seperti disebutkan CEO Kaskus Ken Dean Lawadinata, bahwa dengan geografis kepulauan, maka e-commerce tumbuh lebih pesat mengingat distribusi barang juga tidak merata.

Menurut Kaskus yang saat ini sudah memiliki 9 juta member dan 20 juta pengakses bulanan, kendala e-commerce di Indonesia adalah masalah infrastruktur, termasuk infrastruktur perbankan sebagai sarana pembayaran.

"Kartu kredit masih rendah lah, kebanyakan masih memakai metode manual yaitu transfer uang lewat ATM, lalu baru konfirmasi lewat SMS atau email atau di website e-commerce-nya," ujarnya seraya mengungkapkan dalam sebulan total penjualan di kaskus rata-rata adalah 1,2 juta item.

Ken termasuk orang yang tidak percaya pada bubble e-commerce mengingat penetrasinya yang masih rendah sehingga peluang untuk tumbuh sangat besar. Tumbuhnya e-commerce di Indonesia dibuktikan dengan kehadiran sejumlah pelaku e-commerce asing.

Hal senada diungkapkan Ryu Kawano, Founder PT Midtrans bahwa e-commerce di Indonesia berkembang pesat meski metode pembayarannya kebanyakan masih manual transfer bank.

"Secara umum, penggunaan transfer bank sebagai metode pembayaran e-commerce mencapai 65 persen, karti kredit 15 persen, dan online banking 19 persen. Namun untuk usia produktif 25-40 tahun, penggunaan kartu kredit meningkat menjadi 25 persen dan online banking 24,5 persen," katanya.

Kekurangan Indonesia, tambahnya, adalah masih memanfaatkan sumber daya manusia yang banyak, sampai sepuluh kali lipat dibandingkan dengan Jepang dan Amerika Serikat.sehingga menggerus revenue karena dialokasikan untuk gaji pegawai.

Di Jepang, kata Ryu, transaksi yang sukses suah mencapai 99,997 persen dengan jumlah komplain hanya tiga pelanggan per 10 ribu pelanggan, sedangkan di Indonesia masih 98 persen dengan jumlah komplain mencapai 100 orang per 10 ribu pelanggan.

sumber: merdeka.com
Bermodal DDoS, cracker curi Bitcoin senilai Rp 11,7 M


Satu lagi perusahaan penyedia mata uang virtual, Bitcoin, jadi sasaran para pelaku kejahatan cyber. Kali ini, perusahaan dengan nama BIPS disebutkan telah kecolongan 1.295 Bitcoin atau setara dengan USD 1 juta akibat serangan cyber tersebut.

Seperti yang dilansir oleh Mashable (25/11), jika dikonversikan ke Rupiah, maka kerugian yang ditanggung oleh penyedia layanan dompet virtual Bitcoin terbesar di Eropa tersebut rugi Rp 11,7 miliar. Angka kerugian ini pun disebut akan meningkat mengingat kurs Bitcoin yang selalu naik dari waktu ke waktu.

Adapun serangan ini sendiri dilakukan dengan cara menyerang server milik BIPS. Serangan ini sendiri terjadi setelah BIPS sebelumnya telah menambahkan BTC (satuan mata uang Bitcoin) 4.100 dalam rekening mereka.

Dengan modal DDoS, diketahui para cracker ini kemudian menyerang BIPS sejak 15 November lalu. Setelah dua hari diserang, pada 17 November BIP mencatat mulai kehilangan BTC 1.295.

Padahal, jumlah uang ini bukanlah milik BIPS sendiri. Kebanyakan adalah dana dari nasabahnya yang menggunakan layanan gratis mereka.

"Kebanyakan dari dana yang hilang adalah milik para pemegang saham perusahaan," kata CEO BIPS, Kris Henriksen, yang memilih lebih banyak diam.

Setelah serangan ini, Henriksen sendiri kemudian meminta para nasabah BIPS untuk segera menarik dana mereka. Dirinya menyarankan agar menghindari layanan serupa untuk saat ini.

Beberapa para pemegang dana sendiri belum tahu kalau dananya sudah dicuri. Sementara, mereka yang sudah tahu mengaku pasrah karena memang belum adanya aturan pemerintah yang mengatur mengenai hal ini.

sumber: merdeka.com
Pria ini tak sengaja buang Bitcoin senilai Rp 90 miliar


Pria satu ini mungkin sedang khilaf saat menyia-nyiakan keping Bitcoin yang dimilikinya. Sesaat setelah kurs Bitcoin mencapai USD 1000 per keping, dirinya justru membuang tabungan mata uang virtual tersebut ke tempat sampah.

Adalah James Howells, konsultan IT asa Inggris, yang jadi pria paling sial tersebut, seperti dilansir Mashable (27/11). Sudah susah-susah mengumpulkan keping Bitcoin sejak 2009 dan disimpan dalam hard drivenya, Howells justru membuang hard drive tersebut tanpa tahu kalau di dalamnya ada Bitcoin yang pernah ditabungnya tersebut.

Tercatat, Bitcoin yang tak sengaja dibuang Howells ada sekitar USD 7,5 juta atau setara Rp 90 miliar. Padahal, saat awal mengumpulkan mata uang tersebut, dirinya hanya mengumpulkan Bitcoin USD 675 ribu atau sekitar Rp 8,1 miliar.

"Saya sekarang bingung harus sedih atau bahagia mengetahui hal ini," katanya pada The Guardian.

Howells sendiri juga sudah pasrah untuk menemukan kembali harta karun yang dibuangnya tersebut. Terlebih, pihak berwajib juga menyatakan bahwa menemukan kembali hard drivenya sangat mustahil untuk dilakukan.

Bitcoin sendiri dinilai sangat besar oleh sebagian besar penggunanya karena kemampuannya untuk menutupi rahasia sang pemilik. Sayangnya, pemerintah menganggap hal ini justru bisa dimanfaatkan pihak tidak bertanggung jawab sehingga masih belum ada lembaga resmi yang menyetujui penggunaannya.

sumber: merdeka.com